Pengertian Kekuasaan Yudikatif. Kekuasaan Yudikatif erat hubungannya dengan kedua kekuasaan lainnya (Legislatif dan eksekutif) serta erat hubungannya dengan hak dan kewajiban individu. Sedangkan Lembaga yudikatif adalah merupakan lembaga kekuasaan kehakiman yang memegang penuh kekuasaan untuk menyeleggarakan peradilan, tidak terkecuali di Indonesia.
Definisi Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan yudikatif adalah kekuasaan yang dimiliki oleh warga masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang melalui wakilnya yang duduk dalam lembaga Mahkamah Agung (MA). Lembaga ini berperan sebagai alat pengendali sosial, yang pelaksanaannya dilakukan terhadap lembaga kekuasaan eksekutif. Lembaga ini mempunyai wewenang untuk menegur, menasihati, atau memberi saran-saran kepada pemerintah dalam kaitan pelaksanaan GBHN dan undang-undang hasil produk lembaga legislatif. Lembaga yudikatif ini bersifat independen, artinya kekuasaannya tidak dibatasi, baik oleh lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif, tetapi dibatasi oleh Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara yang merupakan sumber dari semua norma-norma hukum yang berlaku di masyarakat/negara Indonesia.
Kekuasaan yudikatif atau disebut kekuasaan kehakiman yaitu kekuasaan untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Kekuasaan ini dipegang oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh Mahkamah Konstitusi.
Kekuasaan Yudikatif Di indonesia
Azaz kebebasab badan yudikatif (independent judiciary) juga dikenal diindonesia. Hal itu terdapat didalam penjelasan (Pasal 24 dan 25 ) UUD 1945 mengenai kekuasaan kehakiman yang menyatakan :� Kekuasaan Kehakiman ialah Kekuasaan yang merdeka, artinya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diadakan jaminan dalam UU tentang kedudukan Hakim�.
Akan tetapi dalam masa demokrasi terpimpin telah terjadi penyelewengan terhadap azas kebebasan badan yudikatif seperti yang ditetapkan UUD 1945, yaitu dengan dikeluarkannya UU no 19 tahun 1964 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman, yang dalam pasal 19 dari UU dinyatakan : �Demi kepentingan revolusi, kehormatan negara dan bangsa atau kepentingan masyarakat yang mendesak, presiden dapat turut atau campur tangan dalam soal pengadilan�. Didalam penjelasan umum UU itu dinyatakan bahwa �trias Politica tidak, mempunyai tempat sama sekali dalam hukum Nasional Indonesia� karena kita berada dalam revolusi, dan dikatakan selanjutnya bahwa �Pengadilan adalah tidak bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif dan kekuasaan membuat UU.
.
No comments:
Post a Comment